Cari Blog Ini

Selasa, 25 Mei 2010

KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN (TINJAUAN INFLASI TAHUN 2003 -2009 DAN DAMPAK TERHADAP PERBANKAN)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan moneter merupakan instrument kebijakan makro ekonomi. Pada awalnya,kebijakan moneter cenderung bersifat konservatif. Selanjutnya, terkesan sebagai sampingan kebijakan dunia politik dan kebutuhan untuk membiayai defisit anggaran yang semakin membesar. Sejak tahun 1963, kebijakan moneter tidak dilakukan lagi dan jumlah uang beredar tumbuh tidak terkendalikan.

Inflasi paling tinggi yang mencapai puncaknya pada tahun 1966 sebanyak 650%(www.kupastuntasmanajemen.blogspot.com). Setelah itu terjadi perubahan gaya,pengelolaan ekonomi dan moneter dalam waktu yang pendek . Dilihat dari hal itu saja telah terlihat bahwa sangat pentingnya peran moneter dalam perekonomian suatu negara.

November 2005 tingkat inflasi mencapai 18.38 %, infasi ini merupakan inflasi paling tinggi selama kurun waktu 8 tahun sejak tahun 2003 hingga awal tahun 2010, kenaikan tingkat inflasi pada saat itu disebabkan karena adanya Lonjakan harga hal ini tidak bisa diatribusikan semata pada kenaikan harga BBM, mengingat terdapat faktor lain baik yang bersifat internal atau eksternal

Peneliti Ekonomi Bank Indonesia, Akhis R Butabarat (2006) menyatakan tatkala inflasi bertahan tinggi, upaya menurunkannya pun menjadi mahal, karena bank indonesia perlu menaikkan suku bunga untuk memperketat likuiditas uang dalam perekonomian. Kebijakan moneter bank indonesia menentukan tercapainya kestabilan moneter, apabila kebijakan tersebut tidak mampu menekan laju inflasi maka akan berpengaruh pada besarnya tingkat suku bunga pinjaman yang dibebanka atas kredit pada nasabah, hal ini dilakukan jumlah uang yang beredar akibat inflasi dapat dikendalikan.

Kesetabilan laju inflasi merupakan sasaran kebijakan moneter adalah salah satu makna dari kesetabilan nilai tukar sebagai tujuan bank Indonesia. Menurut Miranda S. Goeltom (2004:4) kesetabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam tujuan bank indonesia tersebut adalah kesetabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang diukur dengan atau tercerminya perkembangan laju inflasi serta kesetabilan terhadap mata uang Negara lain yang diukur atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang Negara lain.

Dari tahun ketahun indonesia selalu mengalami inflasi.Tetapi walaupun inflasi tidak dapat di hindari peningkatannya dapat diturunkan ,seperti negara Indonesia yang dari tahun ke tahun persentase tingkat inflasi dapat ditekan . Dalam hal ini kebijakan moneter sangat berpengaruh dalam menstabilkan perekonomian khususnya dalam mengatasi inflasi. Agar dapat mengetahui peran kebijakan moneter dan perbankan dalam mengatasi inflasi, maka dalam pembahasan juga dipaparkan tentang peran kebijakan moneter dan perbankan.

1.2 Identifikasi Masalah

1) Bagaimana perkembangan inflasi pada tahun 2003 sampai dengan 2010 ?

2) Apa saja factor-faktor yang diperkirakan dapat menyebabkan tingkat inflasi mengalami tinggi rendah ?

3) Bagaimana dampak inflasi terhadap perbankan ?

4) Kebijakan apa saja untuk mengendalikan inflasi yang berdampak positif terhadap perbankan ?

1.3 Tujuan

1) Mengetahui perkembangan inflasi tahun 2003-2010

2) Mengetahui faktor-faktor apa saja yang diperkirakan menyebabkan tingkat inflasi mengalami tinggi rendah

3) Mengetahui dampak inflasi terhadap perbankan ‘

4) Merumuskan kebijakan apa saja untuk kendalikan inflasi yang berdampak positif terhadap perbankan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan

Kebijakan Moneter upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan ( lebih baik ) dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Melalui kebijakan moneter. pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi. Di bidang perbankan, ditempuh kebijakan yang akan memperbaiki kelemahan-kelemahan sistem perbankan berupa program restrukturisasi perbankan yang bertujuan untuk mencapai dua hal, yaitu: mengatasi dampak inflasi yang akan berakibat pada krisis dan menghindari terjadinya krisis serupa di masa datang. Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, tugas utama dari kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah.

Agar hal tersebut dapat terlaksana Bank Indonesia melakukan pengendalian jumlah uang yang beredar, hal tersebut dikenal dengan quality approach. Dalam hal tersebut Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer (base money) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Jika jumlah uang primer yang terkendali maka perkembangan jumlah uang beredar, yaitu M1 dan M2, diharapkan juga ikut terkendali. Selanjutnya, dengan jumlah uang beredar yang terkendali diharapkan terjadi keseimbangan permintaan agregat akan barang dan jasa dengan kemampuan produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai tukar dapat bergerak stabil.

Kebijakan Perekonomian Secara Moneter dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Operasi Pasar Terbuka yaitu kebijakan pemerintah mengendalikan jumlah uang yang bredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah. Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU).

2. Fasilitas Diskonto ( Discount Rate ) Salah satu fasilitasnya yaitu adanya tingkat bunga diskonto yang maksudnya adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umun yang meminjam ke bank sentral. Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka pemerintah melakukan suatu cara yaitu menurunkan tingkat bunga penjaman ( tingkat diskonto ). Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang yang beredar bertambah dan sebaliknya

3. Rasio Cadangan Wajib ( Reserve Requirement Ratio ) Penetapan ratio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibandingkan sebelumnya.

4. Imbaunan Moral ( Moral Persuasion ) Dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang yang beredar.

Pada tahun 1966 dalam menjalankan tugasnya pemerintahnya (BI) bank indonesia membagi tugasya dalam dua kategori yaitu dalam jangka pendek, program jangka pendek stabilitasi dan rehabilitasi meliputi peraturan tentang penyesuaian tarif dan harga serta penyempurnaan bonus eksport, sedangkan jangka panjang meliputi program pembangunan dengan skala prioritas sector pertaniaan, prasarana dan pertambangan.

Dengan menggunakan kerangka kebijakan moneter seperti telah diuraikan di atas, Bank Indonesia pada periode awal krisis ekonomi, terutama selama tahun 1998, menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan stabilitas moneter.

Kebijakan moneter ketat tersebut terlihat pada pertumbuhan tahunan sasaran indikatif uang primer yang ditekan dari level tertinggi 69,7% pada bulan September 1998 menjadi 11,2% pada bulan Juni 1999. Kebijakan moneter ketat terpaksa dilakukan karena dalam periode itu ekspektasi inflasi di tengah masyarakat sangat tinggi dan jumlah uang beredar meningkat sangat pesat. Saat tingginya inflasi dan resiko memegang rupiah, cara untuk memperlambat laju pertumbuhan uang beredar itu mendorong kenaikan suku bunga domestic dengan cepat. Suku bunga yang tinggi tersebut sangat dibutuhkan agar masyarakat tidak memegang rupiah dalam jumlah yang banyak dan juga tidak memiliki valuta asing.

Website bank indonesia

Saat itu pertumbuhan uang yang beredar melambat dan suku bunga simpanan di perbankan yang tinggi telah mengurangi keinginan masyarakat dalam membeli mata uang asing sehingga tekanan depresiasi rupiah mulai berkurang.

Perkembangan nilai tukar rupiah lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar.Di dalam sistem tersebut, penguatan nilai tukar rupiah lebih banyak disebabkan oleh berkurangnya permintaan valas sejalan dengan terkendalinya jumlah uang beredar dan turunnya ekspektasi inflasi. Bank Indonesia hanya melakukan penjualan valas melalui mekanisme pasar pada harga pasar untuk mensterilisasi atau menyedot kembali ekspansi moneter yang berasal dari pembiayaan defisit anggaran pemerintah dan bukan terutama ditujukan untuk mengarahkan nilai tukar rupiah ke suatu tingkat tertentu. Pelaksanaan penjualan valas itu pun tidak sampai merugikan cadangan devisa Bank Indonesia karena menggunakan devisa yang berasal dari penarikan hutang luar negeri pemerintah yang memang diperuntukkan untuk mendukung pembiayaan defisit anggaran pemerintah.

Nilai tukar rupiah yang menguat serta didukung oleh pasokan dan distribusi barang-barang kebutuhan pokok yang membaik telah mendorong penurunan laju inflasi sejak awal triwulan IV 1998. Bahkan, laju inflasi bulanan yang sempat mencapai 12,67% pada bulan Februari 1998, mencatat angka negatif atau deflasi dalam bulan Oktober 1998. Deflasi tersebut kemudian berlanjut sebanyak tujuh kali berturut-turut selama periode Maret – September 1999. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi selama tahun 1999 hanya mencapai 2,0%, jauh lebih rendah daripada laju inflasi selama tahun 1998 yang mencapai 77,6%. Berarti Indonesia telah berhasil mengelakkan bahaya hiperinflasi yang sempat mengancam selama paruh pertama 1998.

Website bank indonesia

Selanjutnya, laju inflasi yang sangat rendah dan nilai tukar rupiah yang telah jauh menguat dibandingkan di masa puncak krisis mempermudah Bank Indonesia untuk memperlonggar kebijakan moneter dan mendorong penurunan suku bunga domestik.

Suku bunga kredit yang diperuntukkan bagi modal kerja pun mengalami penurunan meskipun tidak secepat dan sebesar penurunan suku bunga simpanan perbankan. Penurunan laju inflasi, penguatan nilai tukar rupiah, dan penurunan suku bunga membentuk suatu lingkaran yang saling memperkuat sehingga membuka peluang bagi pemulihan ekonomi. Tanda-tanda awal kebangkitan ekonomi Indonesia mulai muncul sejak triwulan I 1999 ketika PDB riil dalam triwulan tersebut untuk pertama kalinya sejak 1997 mencatat pertumbuhan triwulanan positif.

Setelah UU No. 23/99 Kebijakan Moneter Bank Indonesia lebih terfokus pada “mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”. Berkaitan dengan hal tersebut kecenderungan banyak bank sentral di dunia untuk memfokuskan sasaran kebijakan moneter kepada pencapaian stabilitas harga, pasal 7 dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara eksplisit mengamanatkan tujuan “mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah” sebagai sasaran kebijakan moneter. Terminologi “kestabilan nilai rupiah” tentu saja dapat menghasilkan interpretasi yang berbeda: kestabilan secara internal – yaitu kestabilan harga (stable in terms of prices of goods and services), atau kestabilan secara eksternal – yaitu kestabilan nilai tukar (stable in terms of prices of other currencies). Pilihan atas interpretasi yang berbeda tersebut mempunyai implementasi yang sangat berbeda dalam hal kebijakan moneter yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran kestabilan rupiah yang dipilih.

Website bank indonesia

Dalam mencapai kestabilan mata uang yang dapat dicapai dengan harga, dapat diukur dengan tingkat inflasi. Selain itu, ada argument lain yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang, pencapaian kestabilan harga dapat mengarahkan kestabilan nilai tukar.

Bagi masyarakat secara umum, kestabilan harga merupakan sesuatu yang sangat penting khususnya bagi golongan masyarakat berpendapatan tetap. Inflasi yang tinggi seringkali dikategorikan sebagai musuh masyarakat nomor satu karena dapat menggerogoti daya beli dari pendapatan yang diperoleh masyarakat. Bagi kalangan dunia usaha, inflasi yang tinggi akan sangat menyulitkan kalkulasi perencanaan bisnis dan dengan demikian akan berdampak buruk bagi aktivitas perekonomian dalam jangka panjang. Bagi banyak ekonom, telah terbentuk semacam kesepakatan bahwa inflasi yang tinggi akan berdampak buruk bagi proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Bahkan, penelitian dengan menggunakan panel data dari beberapa negara membuktikan bahwa laju inflasi yang moderat sekalipun dapat berdampak buruk bagi proses pertumbuhan Ghosh and Phllips, 1998.

sejak tahun 2000 Bank Indonesia pada setiap awal tahun menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi tahunan sebagai sasaran kebijakan moneter. Pada tahun 2003, dengan mempertimbangkan prospek ekonomi dalam negeri dan luar negeri, Bank Indonesia menetapkan sasaran laju inflasi IHK tahun 2003 pada tingkat 9% dengan marjin deviasi ±1%. Selama periode 2003-2010 tercatat inflasi paling tinggi pada bulan November tahun 2005 sebesar 18,38 %. Lonjakan harga pada bulan November tidak bisa diatribusikan semata pada kenaikan harga BBM, mengingat terdapat faktor lain baik yang bersifat internal atau eksternal, meliputi tingkat pengeluaran agregat melebihi kemampuan untuk menghasilkan barang dan jasa, kenaikan harga barang import, penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru, dan kekacauan politik dan ekonomi.

Pada kenaikan harga BBM bersubsidi di akhir bulan memberi dampak yang signifikan pada peningkatan laju inflasi Mei 2008. Aksi menaikkan harga berbagai komoditas menjelang kenaikan harga BBM berkontribusi terhadap tingginya inflasi Mei 2008. Mengingat bahwa dampak kenaikan BBM diperkirakan belum sepenuhnya terefleksi pada inflasi di bulan Mei 2008 maka tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM diperkirakan masih akan berlanjut kembali di bulan-bulan selanjutnya. Website bank indonesia.com

Kemudian pihak Bank Indonesia mempertimbangkan sebuah kebjakan moneter sebagai aksi atas efek dari kenaikan harga BBM Bersubsidi 28,7 persen pada 23 Mei lalu. Beberapa pilihannya antara lain adalah instrument suku bunga dan likuiditas. Kebijakan ini diambil agar kenaikan harga BBM tidak akan merembet kemana-mana. Tentunya hal ini harus diimbangi dengan tindakan bantuan dari pemerintah sehingga tidak hanya menggunakan instrument moneter guna mengatasi inflasi. Mungkin instrument fiskal tepat untuk dilakukan. Website bank indonesia.com

Banyak upaya yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam sector moneter dan mulai terlihat hasilnya. Secara umum, suku bunga SBI mulai turun, target laju inflasi diharapkan selalu sesuai dengan target, nilai tukar rupiah menguat, uang primer terkendali, dan fungsi perbankan telah bergerak dengan baik, meski pun ada beberapa kasus perbankan yang sulit untuk diselesaikan.

Perkembangan inflasi masih menunjukkan kecenderungan menurun. Kenaikan harga tidak terjadi karena dampak inflasi melainkan didorong oleh kenaikan harga, selain itu harga beberapa bahan pokok biasanya hanya naik karena suatu event atau acara tertentu.

Ditinjau dari factor yang mempengaruhi laju inflasi, penurunan inflasi tersebut disebabkan oleh masih relative lemahnya interaksi antara permintaan dan penawaran. Hal tersebut tercermin pada semakin banyaknya konsumen yang berekspektasi akan turunnya harga, dan dampak penguatan rupiah.

Tetapi pada kondisi saat ini tindakan BI jika menaikan suku bunga akan membuat dunia pasar modal menjadi semakin menuju titik terendah. Hal ini dibuktikan dengan pengumuman tingkat inflasi yang telah merendahkan Indeks Harga Saham Gabungan. Kebijakan Bank Indonesia dalam menaikan suku bunga akan menambah beban yang akan ditanggung oleh Bank Indonesia dalam membayarkan bunga sehingga posisi ini akan membuat Bank Indonesia mengalami defisit dalam laporan keuangan yang mereka laporkan.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Bank Indonesia dapat mengatasi inflasi dengan kebijakan moneter yaitu dengan cara mengendalikan jumlah uang yang beredar, Dalam hal tersebut Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Jika jumlah uang primer yang terkendali maka perkembangan jumlah uang beredar, yaitu M1 dan M2, diharapkan juga ikut terkendali. Tetapi, terdapat masalah yang tidak dapat dituntaskan oleh kebijakan moneter yaitu masalah kenaikan BBM yang berkontribusi terhadap kenaikan inflasi. Tentunya hal ini harus diimbangi dengan tindakan bantuan dari pemerintah sehingga tidak hanya menggunakan instrument moneter guna mengatasi inflasi. Mungkin instrument fiskal tepat untuk dilakukan.

3.2 Saran

Pemerintah seharusnya menggunakan instrument kebijakan moneter dengan lebih bijak. Dalam menjalankan perekonomian di indonesia tidak semua masalah perekonomian diselesaikan dengan kebijakan moneter oleh karena itu kebijakan fiscal dapat menjadi alternative dalam mengatasi permasalahan perekonomian di indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar